Saat kuterbangun di pagi hari, perlahan kuberanjank dari
tempat tidur kemudian kubuka jendelah kamar, kutatap sayuk-sayuk dedaunan yang basah
terselimuti embun, terdengar kicauan burung kenari yang merdu nan indah,
kulihat sang fajar pun mulai menampakkan keberadaannya sembari waktu terus
berputar, dengan sinarnya yang tajam menerangi isi bumi yang tak sejengkal pun terlewati,
menandakan suasana pagi yang teramat cerah.
Tiba-tiba alunan lagu kenangan terdengar begitu nyaring dari
sebelah rumahku. Membuat kedamaian pagiku menjadi buyar seketika. Ribuan hari bersamamu telah berlalu begitu
saja. Senyumanmu adalah sumber kegembiraanku, ketika kamu tersenyum maka
senyumku lebih gembira. Namun, bahagia yang berlebihan selalu mempunyai harga tersendiri.
Dan disaat kududuk di sebelahmu kamu berikan bahumu, bahu yang menjadi tempat
kepalaku berlabuh saat kesedihan menimpaku. Semula, semua nampak baik-baik saja
meskipun hubungan itu di jalani secara diam-diam.
Sepekan sebelum peristiwa itu terjadi, aku tahu hari itu akan
cepat berlalu. Sebut saja ini adalah sebuah firasat. Kamu dekat tapi terasa
lebih jauh dari yang terlihat. Kamu ada tapi terasa lebih tiada dari kenyataan.
Ahh, bahkan perasaanku saja sudah bisa mengira, bahagia di dekatmu seperti ini
bukan untuk selamanya.
Aku memang tak selalu mengerti kepada yang Maha Kuasa. Bahwa
Sang Kuasa semestinya tahu, menoleh pada yang selain kamu bukan keahlianku.
Sang kuasa sudah pasti tahu, memang langkahku tak seharusnya mengarah padamu.
Namun, aku lebih tak mengerti kamu, dengan perhatian sementaramu. Hingga
akhirnya aku semakin tak mengerti tentang arti kebersamaan yang belum sempat tergapai,
tapi sudah harus berakhir.
Saat kamu hadir di kehidupanku dengan tiba-tiba, tanpa
aba-aba. Kemudian kamu pergi tanpa mengucap apa-apa. Paling tidak, beri aku
kabar, agar aku tahu hatimu telah berpindah haluan. Atau setidaknya aku tahu
bahwa kamu sudah tak lagi memberi harapan denganku. Harapan yang selalu kau
iming-imingkan kepadaku.
Cukup hari ini saja, hari yang menjadi saksi dari ratusan hari
tentang perjalanan hati untuk menginginkanmu menjadi penghuninya. Rasanya
kuingin meleraikan pikirku tentang ketidakmungkinan yang telah terjadi saat itu.
Tapi korneaku bekerja teramat baik, tiba-tiba mata ini menangkap bayangmu,
bayang-bayang disaat kamu dan aku bercengkrama dengan mesra. Tangan yang
terbiasa mengayun bermain di pipiku saat meneteskan air mata, hari ini kau
gunakan bukan untukku lagi. Perih yang kamu goreskan di dalam hati ini tak
mampu kulukiskan kedalam serangkaian aksara ini. Bagaiamana tidak, 5 tahun
menjalani cinta denganmu bukanlah waktu yang begitu singkat. Aku memang
terlihat baik-baik saja ketika hati ini retak dengan tiba-tiba. Tapi mengapa
sepekan sebelum peristiwa itu terjadi, kamu memberikan secercah harapan seolah
akan hidup bersamaku selamanya? Apakah itu tujuanmu menyakitiku dengan manis?
Ingin rasanya kuberlari sejauh mungkin, agar bayang-bayang itu
tak mengikutiku lagi, menghindar dari pemandangan yang ada di depanku dan terjun
ke dalam lautan air mata dengan sebebas-bebasnya. Selepas-lepasnya.
Inikah yang seharusnya terjadi padaku? Memberikan cinta
padanya, hingga tak bisa kuhentikan secepat ini? Namun, ditinggalkan oleh
kekasih ketika rasanya hampir memiliki.
Baru kumenyadari, tentang arti dari firasat yang diberikan
oleh sang kuasa, jauh sebelum peristiwa ini terjadi. Memberikan semacam
firasat, agar aku mampu melepasmu. Mungkin inilah alasan di balik segala
kedekatan, agar aku menyadari bahwa kamu yang telah lama bersamaku, belum tentu
bagian dari kehidupanku dikemudian hari.
Sebuah doa kupanjatkan untukmu, semoga rumah tanggamu sakinah
mawaddah warohmah, semoga kamu bahagia bersamanya. Selamat menjalani hari-hari
barumu dengannya. Biarlah hati kecil ini mulai kubiasakan untuk melepas dengan
rela kepergianmu dan menerima dengan ikhlas pilihanmu. Agar tak perlu lagi kucari-cari
apa yang telah tiada dan supaya harapan untuk bersamamu tak lagi kukejar.
Karena kamu telah menjadi milik orang lain.
Comments