(Fitriani
Ulma)
Langit pekat mulai menampakkan keindahannya dengan deburan
bintang gemintang yang berkerlip di angkasa. Rembulan pun tak kalah indahannya
dengan ribuan bintang yang mengelilinginya. Rembulan malam ini juga nampak lebih
terang dari malam sebelumnya.
Malam semakin larut, alarm jam dindingku berbunyi menandakan
pukul 24:00. Alarm yang sengaja kupasang untuk sejenak mengingatkan kembali
kisah antara aku dan kamu bersama rembulan serta bintang gemintang malam itu. Semakin
larutnya malam semakin kunikmati pula Sang rembulan dan bintang-bintang dibalik
jendela kamarku. Namun, menyisakan pula pilu dan perih yang tak terperi.
“Adakah kamu memandangi bulan
dan bintang malam ini?”
tiba-tiba berbisik lirih dalam hati kecil ini.
Teringat aku pada seseorang nan jauh disana. Seseorang yang
membuat bulan dan bintang mempunyai makna tersendiri untukku. Seseorang yang
setahun silam mematrikan luka dihati ini. Luka yang sampai saat ini belum
terobati walau banyak orang yang telah datang dan berusaha menggantikan
posisimu, kasih.
Terangnya bulan dan kerlipan bintang
malam ini mengingatkan aku akan ikrar yang diucapkannya, “Aku akan selalu
menjadi rembulan dikala malam menghampirimu dan menjadi bintang yang selalu
siap memperindah setiap malammu.”
“Bagaimana jika kamu pergi dan tidak
memilih hidup bersamaku, apakah kamu akan tetap menjadi bulan dan bintang
untukku?” Jawabku lirih.
“Mengapa kamu bertanya seperti itu?”
“Aku hanya ingin tau jawabanmu.”
“Aku akan berusaha bertahan dan
memilih hidup bersamamu, kecuali takdir berkata lain yang mengharuskan aku
hidup bersama orang lain.”
Entah… Setelah kamu berikrar, aku
merasa semua itu akan cepat berlalu. Sebut saja ini adalah sebuah firasat. Kamu
dekat tapi terasa lebih jauh dari yang terlihat. Kamu ada tapi terasa lebih
tiada dari kenyataan. Ahh, bahkan perasaanku saja sudah bisa mengira, bahagia
di dekatmu seperti ini bukan untuk selamanya.
***
"Kamu masih cinta
kan sama aku?"
"Iyalah, ngak
mungkin aku ngak cinta sama kamu." aku menjawab sambil menoleh kearahnya.
"Terimahkasih
untuk cinta dan kepercayaanmu selama 5 tahun ini. Aku bersyukur bisa memiliki
cinta dari perempuan sebaik kamu." Melirikku dengan senyuman khasnya.
"Kamu kok bilang seperti
itu sih? Justru aku yang berterimahkasih karena kamu bisa menerima aku apa
adanya, cewek yang biasa-biasa saja dan ngak semodis cewek-cewek lainnya.”
"Aku mau bilang
sesuatu tapi kamu janji jangan pernah marah, kecewa, dan membenciku ya?”
"Iya bilang aja
lagi, aku akan denger dan berusaha ngak marah, kecewa, dan membencimu. Ada apa
sih?"
"5
tahun cukup untukku mempertahankan hubungan ini, bukan karena aku sudah tak
mencintaimu lagi. Jujur, kamulah kasih terindah yang pernah kumiliki. Tapi..”
Dia menggantung kalimatnya sambil menatapku.
“Tapi
kenapa?” Jawabku singkat.
“Aku
sudah berusaha menyampaikan pada keluargaku bahwa aku ingin meminangmu segera.
Tapi ternyata keluargaku menginginkan perempuan lain untuk menjadi pendamping
dalam hidupku.”
Mulutku
bungkam seketika. Aku tak tau harus berbicara apa, hanya isak tangis yang
terdengar atas perihnya luka di hati. Apalagi kenangan-kenangan indah, suka
duka yang dulu pernah kulalui bersamanya berputar bagaikan roda di dalam
otakku. Aku tak kuasa menerima kenyataan ini, gejolak perasaan yang sangat menyakitkan
di penghujung tahun.
“Maafkan aku, keluargaku sudah datang melamar
seminggu yang lalu dan aku tidak bisa menolak permintaan ibuku. Semoga kamu
bisa hadir tanggal 27 Desember 2013.”
***
Padamu
yang pernah mematrikan cinta untukku. Aku tidak pernah membenci apalagi harus
menyesali karena pernah mengenal dirimu. Aku justru bersyukur atas anugerah
Allah berupa dirimu yang pernah singgah dalam kehidupanku, meskipun menyisahkan
sebuah luka yang kamu goreskan dalam lubuk hati ini. Terimakasih untukmu yang cukup
lama mengisi dan bersemayam dihati ini. Juga terimahkasih atas semua rasa sakit
yang kamu berikan dengan manis. Walau ada satu hal yang tak ku mengerti dan
kuterima dengan nalarku, aku ingin tetap bisa bersyukur dan mengucap terimah
kasih kepadamu atas pengalaman cinta yang pernah kamu patrikan untukku. Biarlah
pengalaman itu kusimpan rapi dan kujadikan memori dalam catatan Desember kelabu.
Aku
ingin segera menghentikan laju darah yang menyiksaku. Ingin segera menyambut
sejuk pagi setelah sekian lama menghabisiku dengan kelamnya malam. Ingin segera
merasakan kehangatan ketika bintang gemintang mulai menghiasi kelambu malamku.
Ingin segera menatap hari tanpa air mata, lalu mengatakan selamat tinggal pada
Desember kelabu dan selamat datang Desember ceria.
Ketika hari berganti, dimana pagi
menjadi siang, siang menjadi malam, lalu harus berganti menjadi pagi kembali. Pagi
dengan suasana yang begitu sejuk menyambut Desember. Pagi, kunikmati bersama
sejuk embun dan semilirnya angin. Banyak doa yang mengiringi pagi ini. Bahkan
pagi ini menyadarkanku bahwa kamu bukan lagi rembulan dan bintang untukku.
Ya Allah Jika Engkau
yang memberikan dan yang menghadirkan cinta ini kepadaku, aku kembalikan cinta
ini kepada-Mu kerena yang aku butuhkan adalah cinta yang bisa menguatkanku
bukan cinta yang melemahkanku. Ya Allah.. Beri aku kemampuan untuk lebih sabar,
ikhlas dan memaafkan dia.
Sebuah doa juga kulantungkan
untukmu, semoga rumah tanggamu sakinah,
mawaddah, warohmah. Selamat menjalani hari-harimu dengannya. Biarlah hati
kecil ini mulai kubiasakan untuk melepas dengan rela kepergianmu dan menerima
dengan ikhlas pilihanmu. Agar tak perlu lagi kucari-cari apa yang telah tiada
dan supaya harapan untuk bersamamu tak lagi kukejar. Karena kamu telah menjadi
milik orang lain.
Comments