Sahabat yang budiman, dunia ini dipenuhi dengan lika-liku kehidupan. Ada suka ada duka, ada kecewa ada bahagia, ada pengkhianatan ada pembelaan, ada kebohongan ada kejujuran. Kita pernah merasakannya, atau bahkan memberikan ketidaksukaan kepada orang lain. Kecewa boleh, sakit hati boleh, tapi jika hal itu dipelihara dalam kurun waktu yang lama, bahkan diabadikan dalam ruang batin kita, tentunya akan menyiksa kita bukan? Selain itu, kita akan terus selamanya mendendam kepada orang yang telah melukai perasaan kita. Dampak lainnya kita bisa saja jadi orang yang traumatis, frustasi dan mungkin saja minder karena telah dihinakan oleh orang lain. Akibatnya, yang menjadi masalah bukan benar-salah, melainkan apa untungnya dan apa ruginya buat kita. Betul tidak?
Rasulullah saw mengajarkan kepada kita untuk selalu berlapang dada. Jika kita harus marah, mungkin itu wajar tapi ingat tidak boleh mendendam yah? Dengan tidak memendam dendam sekiranya itu adalah salah satu obat kesejukan hati, penghantar keindahan hidup dalam kebersamaan. Hati yang pendendam akan selalu tersiksa. Selama ia masih hidup bersama dengan sesamanya maka ia akan selalu menemukan kesalahan. Karena manusia adalah makhluk yang bisa bersalah.
Sahabat, sudah seharusnya menjadi budaya yang baik di antara kita saling memberi maaf dan meminta maaf. Apa kira-kira susahnya memberi maaf, dan apa kira-kira sulitnya meminta maaf? Sepertinya, itu hal yang kecil tapi dibesar-besarkan. Suer, mengapa demikian karena Allah saja Maha Pengampun kepada hamba-Nya, kenapa kita begitu kejam dan tidak mau sedikit pun memberi maaf kepada sesama kita. Dan, apakah kita sudah merasa benar dan sempurna banget di hadapan manusia lain sehingga tidak perlu minta maaf? Rasulullah saw. saja mengajarkan bagaimana menghormati sahabat-sahabatnya. Tentu saja, jika beliau mau menghormati dan lemah-lembut kepada sahabatnya, maka sudah bisa dipastikan bahwa beliau pun mau dan biasa meminta maaf kepada sahabat-sahabatnya.
Subhanallah, Rasulullah saw. telah mengajarkan kita untuk lemah-lembut, bahkan kepada orang yang telah menzhalimi kita. Kita memberi maaf kepada orang yang sudah melukai hati kita. Hebat bukan? Namun, banyak di antara kita yang masih gengsi karena ego kita yang besar banget. Merasa hal itu sangat hina jika dilakukan. Tapi Rasulullah saw, yang lebih mulia, mengajarkan kita dalam hal kemudahan memberi maaf, bahkan kepada orang yang telah menzhalimi kita. Bagaimana, sahabat budiman, masih ragu untuk memberi maaf? Kalau begitu lihat sabda nabi yuk........
Dari Uqbah bin Amir, dia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Wahai Uqbah, bagaimana jika kuberitahukan kepadamu tentang akhlak penghuni dunia dan akhirat yang paling utama? Hendaklah menyambung hubungan persaudaraan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu, hendaklah engkau memberi orang yang tidak mau memberimu dan maafkanlah orang yang telah menzhalimimu.” (HR Ahmad, al-Hakim, dan al-Baghawy)
Memang begitu sakit ketika dihina oleh seseorang. Selain capek hati, juga jadi keras hati. Eh lama-lama malah jadi pendendam. Kita bisa kecewa jika dikhianati, kita bisa muak jika dibohongi. Tapi, bukan berarti kita terus memendam perasaan itu apalagi berniat tak akan pernah memaafkannya sampai tujuh turunan.
Memang begitu sakit ketika dihina oleh seseorang. Selain capek hati, juga jadi keras hati. Eh lama-lama malah jadi pendendam. Kita bisa kecewa jika dikhianati, kita bisa muak jika dibohongi. Tapi, bukan berarti kita terus memendam perasaan itu apalagi berniat tak akan pernah memaafkannya sampai tujuh turunan.
Tidak usah merasa turun derajat kalau kita memaafkan teman yang udah berbuat salah sama kita. Tak perlu merasa rugi hanya dengan memberi maaf kepada teman yang telah melukai perasaan kita. Memang, ada yang bilang bahwa waktu bisa menyembuhkan luka, tapi kita tak akan pernah lupa pada sakitnya. Pernyataan itu boleh-boleh aja sih, tapi apa iya kita akan begitu tega kalau ada orang yang mau minta maaf kepada kita terus kita cuekkin dengan alasan tidak ada untungnya kamu minta maaf? Atau mungkin mengatakan udah telat minta maafnya, aku sudah terlanjur sakit hati? Waw, gubrak.com
Jikalau benar-salah sudah bukan lagi pertimbangan, tapi yang jadi pertimbangan adalah untung-rugi apa jadinya dunia ini. Padahal, bisa jadi memang dia salah kepada kita. Tapi, apakah dia akan selamanya salah? Nggak juga kan? Sama seperti kita, apa ketika kita berbuat benar, kemudian selamanya akan benar? Nggak ada jaminan kan? Kita juga nggak mau kan dianggap salah terus, padahal kita sudah berusaha untuk menjadi lebih baik? Nah, cobalah dipikir ulang soal ini.
Jadi, mulai sekarang berlapang dadalah. Akui bahwa setiap manusia pasti punya kesalahan. Permintaan maaf itu sebagai bukti bahwa ia pernah berbuat salah ingin menebusnya. Karena definisi dari maaf sendiri adalah pembebasan seseorang dari hukuman (tuntutan, denda, dsb) karena suatu kesalahan. Mau kan kita mengampuni mereka yang telah berbuat salah kepada kita?
Karena boleh jadi, kita juga pernah (atau bahkan sering?) berbuat salah, dan orang lain juga pernah berbuat salah dan menyakitkan buat kita. Itu sebabnya, kita harus mengakui kenyataan ini dan berusaha untuk bersikap bijak. Tidak ada manusia yang terus berbuat salah dan tak ada manusia yang selamanya berbuat baik. Dengan demikian, yang lebih bijak adalah mereka yang saling memaafkan dengan sesamanya. Bukan malah jadi pendendam.
Karena boleh jadi, kita juga pernah (atau bahkan sering?) berbuat salah, dan orang lain juga pernah berbuat salah dan menyakitkan buat kita. Itu sebabnya, kita harus mengakui kenyataan ini dan berusaha untuk bersikap bijak. Tidak ada manusia yang terus berbuat salah dan tak ada manusia yang selamanya berbuat baik. Dengan demikian, yang lebih bijak adalah mereka yang saling memaafkan dengan sesamanya. Bukan malah jadi pendendam.
Referensi inspirasi:
google.com
Konsultasi konselor
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, cetakan ke-3, 2003, hlm. 693)
Comments