“Saya tahu bahwa profesi saya telah diciptakan oleh lelaki. Bahwa lelaki memaksa perempuan menjual tubuh mereka denga harga tertentu, dan bahwa tubuh paling murah dibayar adalah tubuh sang isteri. Semua perempuan adalah pelacur dalam satu atau lain bentuk. Karena saya seorang yang cerdas, saya lebih menyukai menjadi seorang pelacur yang bebas daripada menjadi seorang isteri yang diperbudak.”
Buku "perempuan di titik nol" adalah salah satu novel bergaya Feminisme. Bahasa yang tajam, serta metafora-metafora yang indah digunakan dengan kelihaian penulis (Nawal el-Saadawi). Penulis menceritakan bagaimana seorang perempuan seperti Firdaus bertahan hidup dengan dunianya yang sangat kejam. Perlakuan terhadap kaum perempuan yang tidak manusiawi sangat jelas terlihat dalam novel ini. Juga menjelaskan bagaimana perlakuan laki-laki terhadap perempuan yang tidak semestinya.
Firdaus sudah mengalami penganiayaan baik dari segi fisik maupun mental oleh seorang lelaki yang dikenalnya sebagai ayah. Ketika ayah dan ibunya meninggal, Firdaus kemudian diasuh oleh pamannya. Meski bersikap lebih lembut daripada ayahnya, toh sang paman tak melewatkan kesempatan untuk melakukan perudungan seksual terhadapnya.
Firdaus dinikahkan oleh paman dan bibinya dengan seorang pria tua kaya raya, tetapi sangat pelit. Apa boleh buat, Firdaus harus melayani lelaki yang wajahnya penuh bisul itu walau dengan setengah hati. Firdaus pun tidak tahan dan kemudian melarikan diri. Kemudian ia bertemu Bayoumi, seorang lelaki yang awalnya tampak baik. Bayoumi inilah yang membawa Firdaus pada sebuah profesi yang disebut pelacur. Karena kembali dijajah lelaki, Firdaus melarikan diri lagi. Terakhir, ia bertemu seorang perempuan cantik yang ternyata tak lebih dari seorang germo. Namun, berkat perempuan itu, Firdaus mengetahui ia memiliki harga tinggi.
Jalan hidup membawa Firdaus menjadi seorang pelacur mandiri berharga. Ia bisa membeli apa pun juga yang ia inginkan. Ia bisa berdandan secantik mungkin. Dan, yang paling penting, ia bisa memilih dengan siapa ia akan tidur. Toh, nasib baik belum juga bersahabat dengannya. Seorang germo memaksa Firdaus bekerja untuknya. Ternyata, pengalaman hidupnya yang pahit telah mengubah Firdaus menjadi perempuan yang tak lagi mau diinjak-injak kaum pria. Ia memilih untuk membunuh sang germo dan menyerahkan diri ke penjara.
Untuk kaum laki-laki, novel ini memberikan gambaran bagaimana perasaan perempuan jika disakiti hati dan fisiknya. Begitulah gambaran perasaan perempuan yang diperlakukan kasar oleh laki-laki yang jelas terlihat dalam tokoh Firdaus. Untuk kaum perempuan, perjalanan hidup Firdaus adalah sebuah potret kecil bagaimana harga diri perempuan yang terinjak-injak. Sehingga, perempuan lebih bisa menjaga diri dan kelakuannya agar diakui dan disamakan gendernya dengan laki-laki, agar kaum laki-laki tidak semaunya sendiri memperlakukan perempuan.
Jika di bandingkan antara firdaus dan kartini, sama-sama memperjuangankan kesewena-wenangan yang dilakukan kepada perempuan.
Kartini hidup pada tahun 1879 – 1904. Kondisi perempuan di masa Kartini hanya dihargai setara harta. Budaya Jawa pada waktu itu menata seorang perempuan yang baik, terhormat harus dipingit pada umur tertentu. Demikian pula dengan pendidikan, tidak ada kesempatan bagi perempuan untuk sekolah lebih dari sekolah rendah.
Namun dengan cara yang berbeda. Kartini melakukannya dengan melakukan peningkatan pemberdayaan melalui pendidikan bagi kaum perempuan sedang Firdaus melawan dengan kepasifan. Perbadaan cara perlawanan ini dimungkinkan karena perbedaan kondisi, waktu, tempat antara Kartini dan Firdaus. Firdaus bernasib sama sakali tidak mendapat perlindungan dan harus turun ke jalan dan Kartini lahir sebagai anak bupati walaupun dari seorang selir.
Comments